Minggu, 02 Oktober 2016

Yelena menunggu beberapa saat

*** Yelena sampai di apartemen, ketika Ayyas sedang shalat. Suara Ayyas membaca Al-Quran 83/994 ketika shalat terdengar jelas. Yelena agak tersentak. Yang dibaca Ayyas itu pernah ia dengar, pernah begitu akrab dalam telinganya bertahuntahun yang lalu. Ia teringat bagaimana ia juga pernah rukuk dan sujud. Dulu, begitu damai. Yah itu dulu, sebelum ia dibuang dari keluarganya. Dan sejak itu ia jadi agak benci dengan yang namanya agama. Semua agama, tak terkecuali Islam. Suara Ayyas itu juga mengingatkan si kecil Omarov. Mungkin buah hatinya itu sekarang sudah bisa membaca ayat-ayat suci itu. Kerinduan pada darah dagingnya itu kembali hadir. Ia ingin Omarov ada di sisinya, meskipun ia tidak suka pada agama, mungkin ia akan bahagia jika Omarov yang membacakan ayat-ayat itu untuknya dan terus bersamanya. Yelena mendengar salam Ayyas, tanda shalatnya telah selesai. Yelena menunggu beberapa saat. Keheningan tercipta. Yelena merasa sudah tiba saatnya. Ia mengetuk pintu kamar Ayyas. Perlahan Ayyas membuka pinta kamarnya. Yang 84/994 pertama kali dilihat begitu pintu terbuka adalah kecantikan wajah Yelena. Hati Ayyas berdesir. Wajah cantik Yelena benar-benar nyaris menyihirnya. Ia gugup bertatapan muka dengan Yelena, meski itu tidak sengaja. "Mm...hai Yelena!" Sapa Ayyas dengan kegugupan sempurna. "E hai, siapa tadi namanya, saya lupa, maaf." "A... A... Ayyas." "Oh ya, hai Ayyas."

"Ba.. baru pulang?" "Iya. Jangan gugup begitu dong." Ayyas diam membisu. Ia menata hati dan pikirannya. Ia ambil nafas perlahan-lahan untuk menghilangkan kegugupannya. Perlahan ia sudah bisa mulai menguasai diri dan pikirannya yang sempat oleng. "Hai Ayyas, kok malah diam sih." Ucapan Yelena tiba-tiba memecah kebisuannya. "Oh iya, ada apa?" Sambar Ayyas balik bertanya se Harga Triflex Capsule kenanya. Kali ini dengan kegugupan yang nyaris hilang sempurna. 85/994 "Makan malam yuk. Saya membeli makanan untuk kita berdua." Ayyas merasa ujian itu datang juga. Makan berdua dengan perempuan cantik seperti Yelena? Ia berdoa kepada Allah agar menjaga diri dan imannya. "Maaf saya baru saja makan, tadi sebelum shalat." "Tolong jangan kamu tolak, ini hanya semacam ucapan selamat datang dari tetangga kamar." "Aduh maaf Yelena." "Tolong jangan ditolak kalau kamu menghormati orang Rusia." Tegas Yelena. Ayyas

terpaksa keluar dari kamarnya dan makan bersama Yelena di ruang tamu. Yelena mengambil tempat duduk tepat berhadapan dengan Ayyas. Pemuda yang pernah kuliah di Madinah itu banyak menunduk, ia berperang melawan dirinya sendiri, berusaha sekuat tenaga untuk menjaga pandangan. 86/994 "Kamu orang Islam yang taat ya?" celetuk Yelena seraya mengunyah makanan yang dibawanya. 87/994 "Berusaha taat. Kalau kamu, maaf, Ortodoks ya?" Ayyas yakin dugaannya benar. Sebab mayoritas penduduk Rusia memeluk Kristen Ortodoks pasca runtuhnya rezim komunis Uni Soviet. "Tidak. Dulu aku memang pernah memeluk suatu agama. Pernah Budha, pernah Konghucu, pernah Ortodoks, dan pernah Islam?" "Pernah memeluk Islam?" "Ya pernah. Itu karena mantan suamiku agamanya Islam." "Sekarang?" "Aku tidak memeluk agama apa pun. Aku tak percaya lagi sama agama, juga Tuhan." Ayyas kaget bukan kepalang mendengarnya. Ia serasa disambar petir yang menggelegar dari petala langit ke tujuh. Memang, untuk urusan agama dan soal ketuhanan, Ayyas tergolong sensitif. Terhadap orang yang tidak mengakui keberadaan Tuhan di muka bumi ini, hatinya mudah mendidih. Lebih mendidih lagi terhadap orang yang menyinggung ataupun menghina agama

yang dipeluknya, Islam. "Innalillahl" seru Ayyas. 89/994 "Kamu jangan kaget. Di sini banyak yang tidak beragama. Menurut pengalamanku, agar hidup kita mudah dan mendapat banyak kemudahan memang kita

tidak memerlukan agama, juga Tuhan. Adanya agama dan Tuhan itu malah bikin masalah!" "Itu tidak benar. Agama hadir justru untuk menyelesaikan berbagai masalah yang mendera umat manusia." "Ah itu cuma teori, kenyataannya tidak begitu. Hampir semua masalah manusia ini selesai karena hebatnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai manusia. Bukan karena Tuhan. Sebab Tuhan itu yang mengada-adakan juga manusia. Kalau kita sepakat Tuhan tidak ada, ya pasti tidak ada. Tuhan itu ada karena kita berpikiran dia ada." Jelas Yelena serius. "Kau boleh mengatakan apa saja, sesukamu. Tuhan tetap ada. Meskipun seluruh penduduk bumi ini mengatakan dan memercayai Tuhan tidak ada, tetap saja Tuhan itu ada. Tuhan sudah ada Obat luka diabetes sebelum alam semesta, termasuk dunia 90/994 seisinya dan manusia ada. Sebab adanya Tuhan itu termasuk kebenaran postulat." "Apa itu kebenaran postulat, aku tidak mengerti?" tanya Yelena penuh penasaran. "Menurut Immanuel Kant, kebenaran adanya Tuhan adalah kebenaran postulat. Yaitu kebenaran tertinggi dalam tingkatan kebenaran. Kebenaran tak terbantahkan. Kebenaran yang berada di luar jangkauan indera, akal dan ilmu pengetahuan. Itulah yang disebut postulat, yaitu dalil teoretis yang berada di luar jangkauan pembuktian teoretis. Ah Yelena, kau ini mau mengajak aku makan atau mau diskusi. Kalau mau diskusi boleh saja, tapi sebaiknya kita cari waktu yang lebih tepat. Jujur saya perlu istirahat."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar